Senin, 12 Maret 2012

Samin yang Dianggap Ateis

Terlalu banyak cap yang diberikan oleh pakar Barat, terutama ahli ketimuran (orientalis)terhadap Samin Surasentika (1859 — 1914). Yang paling parah adalah tuduhan bahwa Samin itu ateis dan ajarannya menolak gagasan tentang Tuhan, tak pedui Allah, kita seakan-akan diajak hanyut dan mengikut bahwa pada akhirnya stempel ini benar dan bukannya menyesatkan. Sayang, Ki Samin telah meninggal, tak bisa lagi diwawancarai untuk dimintai penjelasan apa yang sebenarnya dikehendaki. Naskah pedoman ajaran yang ditulisnya juga entah masih ada entah tidak. Kita hanya bisa berharap mendapatkan secercah kebenaran dari "catatan" orang lain, yang rata-rata memang bisa dibilang pakar.

C.L.M. Penders, M.A., Ph.D. dari Departemen Sejarah Universitas Queensland Australia, misalnya, menulis; "Around 1890, Surontiko Samin, an illiterate farmer dari Desa Randublatung in the Blora region, began to spread his basically religious teachings : the agama Adam - the religion of Adam. Rejecting the idea of God either Allah or any other kind - the agama Adam was a kind of agricultural fertility cult, placing great emphasis on the basic relationships of man with the earth. Closely connected with this was Samin's view of marriage, sex and the position of women."

Terjemahan bebasnya kurang lebih : "Pada kira-kira tahun 1890, Sam in Surasentika, petani buta huruf dari Desa (di) Randublatung daerah Blora, mulai menyebarkan ajarannya yang pada dasarnya agama Adam. Menolak gagasan tentang Tuhan baik Allah maupun sembahan apapun yang lain, agama Adam itu semacam pemujaan kesuburan pertanian, yang menempatkan penekanan besar pada hubungan dasar manusia dengan bumi. Terkait erat dengan ini adalah pandangan Samin tentang, pernikahan, seks, dan kedudukan perempuan."

Tuduhannya itu didasarkan pada pendapat Victor T. King, Terjemahan bebasnya kurang lebih: sungguh penekanan Samin pada kesuburan, tamsil seksual, dan kekuatan magis yang ada dalam seks mengingatkan pada penyembahan tradisional atas kesuburan pertanian. Seperti kepercayaan petani di bagian lain dunia, pemujaan oleh orang Jawa ini percaya pada pertalian suami-isteri antara surga dan bumi. Dari hubungan ini, timbul segala sesuatu yang hidup. Kepercayaan ini juga menekankan kedudukan penting petani yang ikut dalam "perkawinan" itu dengan cara bercocok tanam.

Dari berbagai pendapat tentang keberadaan Samin, akhirnya tersimpulkan bahwa pokok ajaran Saminisme sebenarnya sangat sederhana. Namun, yang perlu pertanna-tama diingat adalah pandangan Samin yang berada dalam mainstream Jawa. Artinya, ada latar belakang kejawaan tertentu yang melandasi pemikiran orang Samin. Samin Surasentika mencoba membentuk gerakan perlawanan yang tidak menggunakan sarana kekerasan fisik. lnilah model perlawanan terhadap Belanda secara "halus", non fisik yakni kultural.